Home » Blog » Cerita Pemindahan Ibu Kota Myanmar, Ada Ritual Pengusiran Hantu
ASEAN News

Cerita Pemindahan Ibu Kota Myanmar, Ada Ritual Pengusiran Hantu


Ibu kota Myanmar dipindahkan dari Yangon ke Naypyidaw pada 2005. Dalam proses pemindahan ini, rupanya ada ritual relokasi ‘hantu’ yang juga dilakukan.

Media BBC pernah mengulas kisah pemindahan ibu kota Myanmar ini pada tahun 2019. Kala itu, BBC menulis bahwa pemerintah Myanmar harus memindahkan makam bersejarah di Naypyidaw karena ada pembangunan kota baru di sana.

Begini ceritanya. Pada tahun 2010, Kapten Aung Khant dari militer Myanmar ditugaskan untuk merelokasi pemakaman Tatkon, salah satu daerah di Naypyidaw. Lahan makam itu ingin dibangun menjadi biara dan pengadilan negeri yang baru.

Masalahnya, dalam kepercayaan orang Myanmar, merelokasi makam merupakan hal yang kontroversial. Hal itu karena keluarga dari orang yang meninggal tidak ingin makam anggota keluarganya dipindahkan begitu saja.

Namun, saat itu, rezim militer tengah berkuasa di Myanmar. Jadi suka tak suka, orang-orang Tatkon tidak bisa protes atas pemindahan makam ini.

“Pada saat itu kami ada di bawah militer. Kami tidak bisa menolak,” ujar salah satu warga Tatkon.

Uniknya, selain keluarga yang ditinggalkan tak setuju dengan pemindahan makam, para hantu di makam itu juga disebut enggan meninggalkan lahan makam. Hal ini diungkapkan peneliti religi Burma (sebutan lama untuk Myanmar), Benedict Brac de La Perriere. Perriere menjelaskan, pada Perang Dunia II, Tatkon merupakan tempat penguburan tentara Jepang.

Dalam kepercayaan orang Burma, mereka yang menderita saat kematiannya akan membuat residu spiritual di mana pemakaman pun tak akan bisa menebusnya. Penggusuran makam pun menjadi pekerjaan yang berisiko.

“Kami takut dengan hantu. Kalau mereka tidak mau pindah, mereka marah. Mereka membahayakan orang-orang kota,” kata Kapten Aung Khant.

Oleh karena itu, Kapten Aung Khant akhirnya meminta bantuan dari natsaya, semacam paranormal yang bisa berkomunikasi dengan hantu di pemakaman Tatkon.

“Pemerintah menyewa truk-truk untuk memindahkan hantu. Mereka mempekerjakan natsaya untuk melihat dan menggiring hantu menuju truk. Ada 12 truk yang melakukan perjalanan 3 kali sehari, pemindahan dilakukan selama 3 hari,” ujarnya.

Perhitungan ini tidak sembarangan. Total 108 perjalanan itu melambangkan angka keberuntungan dalam numerologi Buddha.

“Ada lebih dari 1.000 makam yang dipindahkan. Jadi ada 10 hantu atau lebih dalam satu truk,” katanya.

Menurut Kapten Aung Khant, hantu Myanmar ini punya ciri khas tersendiri. Tingginya mencapai 2 meter, perawakannya besar dan terlihat galak, dengan telinga dan gading yang sangat besar serta lidah yang sangat panjang.

Brac de La Parriere mengatakan kalau ini merupakan cerita yang umum tersebar di Myanmar. Ketika ia melakukan penelitian pada 1990, dia mendengar cerita serupa mengenai pemindahan makam di Yangon di mana hantu menyebabkan mesin bermasalah, truk berhenti atau bergerak sendiri, dan sopir ketakutan karena hantu itu menolak untuk dipindahkan.

Sejumlah kejadian ganjil juga terjadi 3 hari setelah relokasi selesai. Asisten dari Kapten Aung bermimpi didatangi 3 hantu yang masih tertinggal di pemakaman.

Esoknya ia dan kapten mendatangi pemakaman itu dan menemukan tiga makam di bawah semak belukar yang belum direlokasi. Salah satu dari hantu itu menolak dipindahkan, ia lalu masuk ke mobil si asisten dan menyebabkan insiden kecil.

Selain itu, buldozer untuk relokasi juga sempat mogok. Kucing di komplek perumahan Komite Pengembangan Naypyidaw juga mati tiba-tiba.

Asisten dari Kapten Aung juga sempat melihat ada tangan hantu yang mendorongnya sampai jatuh dari tempat tidur. Kejadian aneh itu berhenti setelah ia memanggil biksu untuk mengusir arwah penasaran tersebut.

Salah seorang natsaya bernama U Nain La Shwe mengatakan sebelum proses relokasi pemakaman dilakukan ia sempat melakukan meditasi di sana. Ia mengatakan bahwa ia adalah pemuja Ma Phae Wa, roh pembawa peti mati.

Roh itu sering datang kepadanya dan bertanya kepadanya apa yang dia butuhkan. Mereka berhubungan baik.

“Dia (Ma Phae Wa) adalah ketuanya. Dia bertanggung jawab atas semua roh di makam lainnya di Myanmar. Dia sangat bersih dan cantik,” katanya.

U Nain La Shwe melihat proses relokasi hantu di Tatkon. Ia menyaksikan hantu-hantu berkerumun di truk dan melihat roda truk terjebak di pasir karena beratnya. Ketika natsaya memerintahkan hantu itu untuk turun, truk itu bisa bergerak lagi.

“Di pemakaman ada hukum yang terpisah,” ujarnya.

Hukum itu mengharuskan jasa natsaya untuk memahaminya. Natsaya bisa menjembatani antara dunia orang hidup, orang mati, dan dunia roh.

Sumber : Detik Travel

Translate