Keputusan Thailand untuk menggelar pertemuan dengan junta Myanmar dinilai melanggar keputusan ASEAN. Sebab, semua manuver ASEAN terkait Myanmar harus dalam kerangka lima poin konsensus ASEAN.
Staf Khusus Menteri Luar Negeri RI Bidang Diplomasi Kawasan I Gede Ngurah Swajaya mengatakan, pemimpin ASEAN telah memberikan mandat soal penyelesaian Myanmar. Mereka menegaskan berulang kali, komunikasi harus dilakukan dengan semua pihak. ”Jika hanya dilakukan dengan salah satu pihak, hal itu melanggar mandat lima poin konsensus,” ujarnya, di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Pemerintahan demisioner Thailand memutuskan menggelar dialog dengan junta pada Senin (19/6) di Bangkok. Indonesia, Malaysia, dan Singapura tidak hadir dalam pertemuan itu. Bangkok beralasan, Thailand perlu mencari terobosan untuk menyelesaikan masalah Myanmar. Sebab, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar, Thailand amat terdampak oleh konflik yang tidak kunjung usai di Myanmar.
Swajaya menolak menjawab tegas saat ditanya apakah dialog di Bangkok melanggar kesepakatan ASEAN. Ia hanya menyebut, pemimpin ASEAN memandatkan, dialog harus inklusif dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pemimpin ASEAN juga memandatkan, komunikasi dengan para pemangku kepentingan dilakukan oleh ketua. ”Silakan menilai sendiri,” ujarnya.
Ia membenarkan, Indonesia diundang Thailand guna menghadiri forum di Bangkok. Indonesia memutuskan tidak hadir dalam forum itu.
Anggota ASEAN, menurut dia, berhak berinisiatif soal Myanmar. Akan tetapi, jika dalam kerangka ASEAN, harus mengikuti aturan. Bentuknya, antara lain, keputusan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
Wujud mandat
Sejak KTT di Kamboja, ASEAN telah membuat sejumlah keputusan soal Myanmar. Keputusan itu, antara lain, tidak mengundang pejabat Myanmar yang setingkat atau lebih tinggi dari menteri dalam forum-forum ASEAN.
Mandat para pemimpin ASEAN, antara lain, diwujudkan Indonesia lewat 75 kali komunikasi dengan berbagai pihak. Komunikasi juga dilakukan dengan negara-negara yang berbatasan dengan Myanmar, termasuk Thailand.
”Tidak ada masalah soal engagement. Apa pun hasilnya, Ibu Menlu (Retno Marsudi) selalu menyampaikan perkembangan setiap engagement kepada para menlu lain,” kata Swajaya.
Ia juga mengingatkan, para mitra ASEAN mendukung keketuaan Indonesia dan pelaksanaan lima poin konsensus. Mereka juga mendukung upaya ASEAN menyelesaikan isu Myanmar dengan kerangka konsensus itu. ”Semua mendukung engagement dilakukan dengan semua pihak,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kemenlu RI Achmad Rizal Purnama mengatakan, interaksi Indonesia dengan junta Myanmar dilakukan sebagai perwujudan mandat pemimpin ASEAN. Para pemimpin ASEAN memang memandatkan, junta ataupun kelompok sipil Myanmar harus diajak berkomunikasi. Interaksi itu bagian dari upaya mencari penyelesaian yang ditentukan dan dicari sendiri oleh Myanmar. ”ASEAN hanya memfasilitasi dialog. Solusinya harus ditemukan sendiri oleh Myanmar,” ucap Rizal.
Penyelesaian Myanmar, menurut Rizal, memang tidak akan mudah. Bahkan, setelah melewati berbagai proses, ada kesimpulan bahwa masalah Myanmar tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
ASEAN akan mencoba terus membantu Myanmar menyelesaikan masalahnya. Dalam pertemuan para menlu ASEAN di Jakarta, 8-14 Juli 2023, isu Myanmar akan tetap dibahas.
Sikap Thailand
Dari perspektif Thailand, Bangkok menilai, mereka menjadi negara paling menderita akibat konflik yang terjadi di Myanmar dan menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang paling peduli dengan situasi yang menimpa rakyat Myanmar. Dua hal tersebut menjadi dasar Thailand menjadi tuan rumah pembicaraan dengan perwakilan junta militer Myanmar yang digelar Senin. Pemerintah Thailand menyebut dialog dengan junta militer diperlukan untuk melindungi perbatasannya.
”Kami menderita lebih dari yang lain karena Thailand memiliki lebih dari 3.000 kilometer perbatasan darat dan perbatasan laut. Itulah mengapa pembicaraan diperlukan. Ini bukan tentang memihak,” kata Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha.
Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai menguatkan pernyataan Prayuth. Don menyebut Thailand sebagai satu-satunya negara ASEAN yang ingin mencari solusi atas situasi yang tengah terjadi di Myanmar. ”Tidak ada anggota ASEAN lainnya yang peduli seperti kami,” kata Don, dalam wawancara dengan Thai PBS.
Dia menambahkan, seharusnya negara-negara ASEAN lainnya berterima kasih atas inisiatif yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand. Don mengklaim bahwa pembicaraan yang diinisiasi oleh Pemerintah Thailand sebagai bagian dari upaya Bangkok mendukung kesepakatan pemimpin ASEAN, yaitu lima poin konsensus.
Dikutip dari laman Bangkok Post, Don mengatakan, pertemuan itu bukanlah pertemuan formal ASEAN dengan Myanmar, melainkan forum negara-negara ASEAN untuk mendengarkan pejabat menlu Myanmar yang baru ditunjuk oleh junta militer, Than Swe.
”Junta mengganti menlunya. Kita harus mendengarkannya. Apabila kita ingin membantu menyelesaikan masalah di Myanmar, kita harus mendengarkan mereka,” kata Don.
Pertemuan di Bangkok itu hanya diikuti oleh Menlu Laos, Thailand, dan Myanmar. India dan China mengirim perwakilan mereka.
Sumber: Kompas