Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan mengumumkan bahwa hilal 1 Dzulhijjah tidak terlihat dari Makassar, setelah dilakukan pemantauan hilal dari atap gedung GTC Makassar, Minggu, (19/6).
Plh Kepala Kantor Agama Wilayah Kemenag Provinsi Sulsel Ali Yafid menyebutkan bahwa hilal cukup sulit terlihat karena tertutup awan berkabut, sehingga terpantau 1 Dzulhijjah pada wilayah Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar, berada di 0,44 derajat.
“BMKG dan Bidang Hisab Rukyat Kemenag Sulsel memutuskan hasil pemantauan hari ini, hilal tidak terlihat,” ungkap Ali Yafid.
Berdasarkan kesepakatan dan kriteria penentuan hilal yang ditetapkan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura atau Mabims yakni hilal harus berada di atas 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Adapun metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Dzulhijjah ini adalah metode rukyatul hilal yakni metode penetapan awal bulan dari kalender Hijriah, seperti pada penentuan 1 Ramadlan, 1 Syawal maupun 1 Dzulhijjah berdasarkan pengamatan bulan.
Menurutnya, dengan metode ini, hilal diamati saat matahari tenggelam dengan mata telanjang atau bantuan optik seperti teleskop.
“Hilal di wilayah timur berada di 0,11 derajat dan bagian Indonesia barat berada di 2,39 derajat,” tambah Ali Yafid.
Pada kesempatan ini, Ali Yafid juga menyebut bahwa keputusan hasil kajian Badan Hisab Rukyat Sulsel, lebaran Idul Adha jatuh pada 29 Juni 2023.
Pada pemantauan hilal di Makassar, BMKG bekerja sama berbagai macam instansi, termasuk kanwil kementerian agama dari pengadilan agama, kemudian beberapa ormas Islam yakni Muhammadiyah, NU hingga pihak perguruan tinggi.
Sumber: Jawa Pos